Pages

Subscribe:

Rabu, 28 November 2007

BELAJAR SARANA MENCAPAI PRESTASI (BAG. 2)

Share on :

3. Guru adalah kunci utama keberhasilan belajar
Masih ada anggapan pada diri kita bahwa penyebab utama keberhasilan kita dalam belajar adalah guru. Kalau nilai kita bagus, kita katakan bahwa itu karena gurunya enak dalam mengajar. Sedangkan bila nilai kita jelek, kita katakan hal itu karena gurunya yang tidak bisa mengajar. Kita selalu menjadikan guru sebagai kambing hitam keberhasilan dan kegagalan dalam belajar. Betulkah begitu?
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa guru memiliki peran yang cukup banyak dalam menentukan keberhasilan seseorang siswa. Dari guru-guru yang berkualitas lebih mudah dilahirkan siswa-siswa yang juga berkualitas. Demikian pula sebaliknya. Namun perlu diingat bahwa anggapan bahwa guru adalah kunci utama keberhasilan dalam belajar adalah hal yang keliru. Bukan guru yang menentukan keberhasilan kita, tapi kita sendiri. Boleh saja gurunya tidak mahir dalam mengajar, tetapi kalau kita punya semangat untuk maju maka kita akan berusaha mencari dari siapa pun materi-materi yang tidak mengerti dari guru. Tetapi bila kita berprinsip guru segala-galanya, maka tak ada dorongan untuk memperkaya pengetahuan yang telah kita dapatkan dari sang guru. Kita telah merasa cukup dari keterangan-keterangan di dalam kelas. Jika kita tak tahu atau tak mengerti dari penjelasan guru, maka tak ada dorongan untuk mencari tahu dari yang lain.
Sebenarnya ilmu pengetahuan (materi pelajaran) yang diberikan oleh seorang guru di kelas tak lebih dari 40 % dari keseluruhan materi yang seharusnya dikuasai pelajar. Karenanya, menjadi kewajiban setiap pelajar untuk mencari 60 % yang lain. Artinya, bila kita hanya mengandalkan guru sebagai satu-satunya sumber pengetahuan kita maka maksimal hanya 40 % yang kita kuasai. Itu juga bila kita betul-betul paham akan apa yang disampaikannya. Masih ada sebagian besar materi yang harus kita penuhi. Dan itu hanya mungkin kita dapatkan dengan belajar secara mandiri. Belajar sendiri, berkelompok, ikut kursus, bertanya pada orang tua, kakak, dan sebagainya.
Oleh karena itu, tanamkanlah pada diri kita bahwa gagal dan berhasilnya saya dalam belajar tergantung pada diri saya sendiri. Bila hal itu sudah terpatri dalam diri kita, maka niscaya kita tak akan bermalas-malasan dalam belajar. Karena bila kita bermalas-malasan, puas mendapat pelajaran dari guru saja, maka kita sendiri yang akan menanggung akibatnya. Bukankah kita tak mengharapkan hanya mendapat ilmu yang dangkal?
4. Puas dengan prestasi belajar yang rendah
Kesalahan kita yang lain dalam belajar adalah senantiasa memandang prestasi yang kita peroleh adalah prestasi yang terbaik. Betapa banyak di antara kita yang merasa puas hanya dengan nilai enam (6) untuk pelajaran matematika. jika ditanya, "kenapa cuma dapat enam?" Jawabannya; "Itu sudah bagus, yang dapat nilai empat dan lima saja banyak".
Memang kita senantiasa diperintahkan oleh Tuhan YME untuk bersyukur atas apa yang kita peroleh. Berhati-hatilah, jangan sekali-kali kita salah menempatkan makna syukur. Jika kita memiliki potensi untuk mendapatkan nilai delapan (8) tapi kita hanya mendapatkan nilai enam (6), itu artinya kita sudah membohongi diri kita sendiri. Pantaskah hasil dari pelecehan terhadap potensi diri sendiri itu kita syukuri?
Tuhan YME dengan kasih sayangnya telah memberikan potensi kepada setiap manusia untuk berpotensi optimal. Konsekuensinya, adalah kewajiban kita untuk menggapai prestasi yang optimal itu. Salah satu cara untuk meraih prestasi optimal itu adalah dengan mengevaluasi diri atas hasil belajar yang telah diraih. Itulah sebabnya, hal penting yang harus dilakukan ketika mengetahui nilai kita enam adalah dengan bertanya ke diri sendiri: "Mengapa saya mendapat enam? Sampai di situkah potensi saya? Apakah hal yang mustahil untuk mendapatkan nilai yang lebih dari itu? Sudah optimalkah saya belajar? Mengapa masih ada teman yang nilainya di atas saya? Kenapa mereka bisa mendapat delapan sedangkan saya tidak? Apa yang harus saya kerjakan agar ulangan besok nilai saya tidak lagi enam tapi tujuh, delapan, sembilan, atau bahkan sepuluh?"
Dari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan di atas kita akan mendapat kesimpulan yang obyektif: APAKAH SAYA HARUS BERSYUKUR ATAU MENGEVALUASI DIRI DENGAN NILAI TESEBUT? Oleh sebab itu, biasakan untuk tidak cepat puas dengan prestasi yang ada, berusahalah mengejar yang lebih baik dari yang pernah didapat.

Artikel Terkait

0 komentar:

Posting Komentar